Ilmu filsafat adalah ilmu yang
menjadi induk segala pengetahuan.Filsafat merupakan sebuah sistem yang
komprehensif dari ide-ide mengenai keadaan yang murni dan realitas yang terjadi
dalam hidup.Filsafat juga dapat dijadikan paduan dalam kehidupan karena hal-hal
yang berada di dalam lingkupnya selalu menyangkut sesuatu yang mendasar dan
membutuhkan penghayatan. Filsafat digunakan untuk menentukan jalan yang akan
diambil seseorang dalam kehidupannya. Filsafat juga memberi petunjuk mengenai
tata cara pergaulan antara sesama. Tak lepas dari semua ini, pada dasarnya
filsafat adalah bersumber dari pertumbuhannya pola pikir manusia. Semua
yang ada, atau yang telah ada bisa diperhatikan dan dipikirkan secara
rasional. Karena berpikir adalah aktifitas individu dan manusia mempunyai
kemerdekaan untuk berpikir.Berpikir secara mendalam untuk menghasilkan suatu
ilmu pengetahuan yang bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya.Dengan demikian
dapat dikata bahwa berfilsafat adalah mendalami sesuatu secara mendalam
berdasarkan penalaran yang dimiliki seseorang. Dan akhirnya bisa melahirkan
aliran fenomenologi yang akan dipaparkan dalam makalah ini. Perlu kita ketahui
sekilas bahwa Ilmu fenomenologi dalam filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu
hermeneutik.Yaitu ilmu yang mempelajari arti daripada fenomena ini.Keduanya
membicarakan manusia sebagai realita eksistensi ditentukan oleh kondis-kondisi
fisik dan budaya yang mempengaruhi.Fenomenologi dan herneneutika saling
bersentuhan, namun juga mempunyai perbedaan, kekuatan, dan kelemahan
masing-masing.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
Jelaskan pengertian filsafat dan
feneomenologi?
2.
Sebutkan tokoh-tokoh fenomenologi?
3.
Sebutkan varian tradisi fenomenologi?
4.
Apakah prinsip-prinsip dasar
fenomenologi?
5.
Sebutkan kelebihan dan kekurangan
filsafat fenomenologi?
1.3 TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah:
1.
Sebagai pemenuhan tugas mandiri mata
kuliah filsafat pendidikan.
2.
Sebagai bahan bacaan dan referensi
tambahan bagi pihak – pihak
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Filsafat
Secara etimologis kata
filsafat dalam bahasa Yunani adalah philosophia, yaitu gabungan dari dua kata
philia atau philen yang berarti cinta atau mencintai dan sophos yang berarti
kebijaksanaan. Sementara dalam bahasa Inggris, filsafat berasal dari kata
philosophy yang bisa diartikan sebagai mencintai kebajikan.
Secara terminologis,
dalam Kamus Filsafat (Loren Bagus, 1996:42) dijelaskan beberapa pengertian
pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof, yaitu: Pertama, filsafat
merupakan upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta
lengkap tentang suatu realitas; Kedua, merupakan upaya melukiskan hakikat
realitas akhir dan dasar serta nyata; Ketiga, filsafat merupakan upaya
menentukan batas-batas dan jangkauan dari pengetahuan baik itu tentang sumber,
hakikat,, keabsahan, dan nilainya; Keempat, penyelidikan kritis atas
pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai
bidang pengetahuan; Keenam, filsafat merupakan disiplin ilmu yang berupaya
untuk membantu melihat apa yang dikatakan dan untuk mengatakan apa yang
dilihat.
Endang Saifuddin Anshari (1987: 83)
mengutip pernyataan Al Farabi bahwa pengertian filsafat adalah ilmu tentang
alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
Sedangkan Sumarno, Karimah, dan Damayani
dalam buku Filsafat dan Etika Komunikasi (2004: 13-14) pengertian filsafat
dapat dibedakan menjadi:
1. Filsafat sebagai suatu sikap. Filsafat merupakan sikap terhadap
kehidupan dan alam semesta.Bagaimana manusia yang berfilsafat dalam menyikapi
hidup dan alam sekitarnya.
2. Filsafat sebagai suatu metoda. Berfilsafat artinya berpikir secara
reflektif, yakni berpikir dengan memerhatikan unsure di belakang objek yang
menjadi pusat pemikirannya.
3. Filsafat sebagai kumpulan persoalan. Befilsafat artinya berusaha untuk
memecahkan persoalan-persoalan hidup.
4. Filsafat merupakan sistem pemikiran. Socrates, Plato, atau Aristoteles
merupakan tokoh filsafat yang menghasilkan sistem pemikiran yang menjadi acuan
dalam menjawab persoalan, sebagai metode, dan cara bersikap kenyataan.
5. Filsafat merupakan analisis logis. Filsafat berarti berbicara tentang
bahasa dan penjelasan makna-makna yang terkandung dalam kata dan
pengertian.Hampir setiap filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti
istilah dan pemakaian bahasa.
6. Filsafat merupakan suatu usaha memperoleh pandangan secara menyeluruh.
Filsafat mencoba menggabungkan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai macam ilmu
serta pengalaman manusia menjadi suatu pandangan dunia yang menyeluruh.
Sementara Muntasyir dan Munir (2002: 3)
memberikan klasifikasi pengertian tentang filsafat, sebagai berikut :
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap
kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap
kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal).
3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
Artinya filsafat berusaha untuk mengombinasikan hasil bermacam-macam sains dan
pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam
(arti spekulatif).
4. Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan
tentang arti kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga
logosentris.
5. Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat
perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
2.2 Pengertian Fenomenologi
Fenomenologi adalah sebuah studi dalam
bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena.Ilmu fenomenologi dalam filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu hermeneutik, yaitu ilmu yang mempelajari arti dari
pada fenomena ini. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert (1728 - 1777), seorang filsufJerman.Dalam bukunya Neues Organon (1764).ditulisnya tentang ilmu yang
tak nyata. Dalam pendekatan sastra, fenomenologi
memanfaatkan pengalaman intuitif atas fenomena, sesuatu yang hadir dalam
refleksi fenomenologis, sebagai titik awal dan usaha untuk mendapatkan
fitur-hakekat dari pengalaman dan hakekat dari apa yang kita alami. G.W.F. Hegel dan Edmund Husserl
adalah dua tokoh penting dalam pengembangan pendekatan filosofis ini.
Fenomenologi
adalah studi tentang Phenomenon.Kata ini berasal dari bahasa Yunani Phainein berarti menunjukkan.Dari
kata ini timbul kata Pheinomenon berarti
yang muncul dalam kesadaran manusia.Dalam fenomenologi, ditetapkan bahwa setiap
gambaran pikir dalam pikiran sadar manusia, menunjukkan pada suatu hal keadaan
yang disebut intentional (berdasarkan niat atau
keinginan).
Secara harfiah, fenomenologi atau fenomenalisme adalah
aliran atau faham yang menganggap bahwa fenomenalisme adalah sumber pengetahuan
dan kebenaran.Fenomenalisme juga adalah suatu metode pemikiran.Fenomenologi
merupakan sebuah aliran yang berpendapat bahwa, hasrat yang kuat untuk mengerti
yang sebenarnya dapat dicapai melalui pengamatan terhadap fenomena atau
pertemuan kita dengan realita. Karenanya, sesuatu yang terdapat dalam diri kita
akan merangsang alat inderawi yang kemudian diterima oleh akal ( otak ) dalam
bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran.
Penalaran inilah yang dapat membuat manusia mampu berpikir secara kritis.
Fenomenologi
merupakan kajian tentang bagaimana manusia sebagai subyek memaknai obyek-obyek
di sekitarnya.Ketika berbicara tentang makna dan pemaknaan yang dilakukan, maka
hermeneutik terlibat di dalamnya.Pada intinya, bahwa aliran fenomenologi
mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita ketahui sekarang ini merupakan
pengetahuan yang kita ketahui sebelumnya melalui hal-hal yang pernah kita
lihat, rasa, dengar oleh alat indera kita.Fenomenologi merupakan suatu
pengetahuan tentang kesadaran murni yang dialami manusia.
2.3
Tokoh-tokoh
Fenomenologi
1.
Edmund Husserl
(1859-1938)
Menurut
Husserl, memahami fenomenologi sebagai suatu metode dan ajaran filsafat.
Sebagai metode, Husserl membentangkan langkah-langkah yang harus diambil agar
sampai pada fenomeno yang murni.Untuk melakukan itu, harus dimulai dengan
subjek (manusia) serta kesadarannya dan berusaha untuk kembali pada kesadaran
murni. Sedangkan sebagai filsafat, fenomenologi memberikan pengetahuan yang
perlu dan essensial tentang apa yang ada. Dengan kata lain, fenomenologi harus
dikembalikan kembali objek tersebut.
Metode
fenomenologi menurut Husserl, menekankan satu hal penting yaitu, penundaan
keputusan.Penundaan keputusan harus ditunda (epoche) atau
dikurung (bracketing) untuk memahami fenomena.Pengetahuan yang
kita miliki tentang fenomena itu harus kita tinggalkan atau lepaskan dulu, agar
fenomena itu dapat menampakkan dirinya sendiri.
Untuk
memahami filsafat Husserl ada beberapa kata kunci yang perlu diketahui.
Diantaranya:
1.
Fenomena adalah
realitas esensi atau dalam fenomena terkandung pula nomena(sesuatu yang berada di balik fenomena)
2.
Pengamatan adalah
aktivitas spiritual atau rohani.
3.
Kesadaran adalah
sesuatu yang intensional (terbuka da terarah pada subjek
4.
Substansi adalah
kongkret yang menggambarkan isi dan stuktur kenyataan dan sekaligus bisa
terjangkau.
Usaha untuk mencapai
segala sesuatu itu harus melalui reduksi atau penyaringan yang terdiri dari :
1.
Reduksi fenomenologi,
yaitu harus menyaring pengalaman-pengalaman dengan maksud mendapat fenomena
dalam wujud semurni-murninya. Dalam artian bahwa, kita harus melepaskan
benda-benda itu dari pandangan agama, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan
ideologi.
2.
Reduksi eidetis,
yaitu dengan menyaring atau penempatan dalam tanda kurung sebagai hal yang
bukan eidos atau intisari atau hakikat gejala atau fenomena.
3.
Reduksi
transcendental, yaitu dalam penerapannya berdasarkan subjeknya sendiri
perbuatannya dan kesadaran yang murni.
Namun, menurut para pengikut fenomenologi suatu
fenomena tidak selalu harus dapat diamati dengan indera.Sebab, fenomena dapat
juga dilihat atau ditilik secara ruhani tanpa melewati indera, fenomena tidak
perlu suatu peristiwa.
2.
Max Scheller
(1874-1928)
Scheller
berpendapat bahwa metode fenomenologi sama dengan cara tertentu untuk memandang
realitas. Dalam hubungan ini kita mengadakan hubungan langsung dengan realitas
berdasarkan intuisi (pengalaman fenomenologi).
Menurutnya
ada 3 fakta yang memegang peranan penting dalam pengalaman filsafat.Diantaranya
:
1.
Fakta natural, yaitu
berdasarkan pengalaman inderawi yang menyangkut benda-benda yang nampak dalam
pengalaman biasa.
2.
Fakta ilmiah, yaitu
yang mulai melepas diri dari penerapan inderawi yang langsung dan semakin
abstrak.
3.
Fakta fenomenologis,
merupakan isi intuitif yang merupakan hakikat dari pengalaman langsung.
3.
Martin Heidegger
(1889-1976)
Menurut Heidegger, manusia itu terbuka bagi dunianya
dan sesamanya. Kemampuan seseorang untuk bereksistensi dengan hal-hal yang ada
di luar dirinya karena memiliki kemampuan seperti kepekaan, pengertian,
pemahaman, perkataan atau pembicaraan. Bagi heidegger untuk mencapai manusia
utuh maka manusia harus merealisasikan segala potensinya meski dalam
kenyataannya seseorang itu tidak mampu merealisasikannya. Ia tetap sekuat
tenaga tidak pantang menyerah dan selalu bertanggungjawab atas potensi
yang belum teraktualisasikan.
Dalam persfektif yang lain mengenai sesosok Heidegger
menjadi salah satu filsafat yang fenomenal yaitu bahwa ia mengemukakan tentang
konsep suasana hati (mood). Seperti yang kita ketahui
bahwa dengan suasana hatilah kita diatur oleh dunia kita, bukan dalam pendirian
pengetahuan observasional yang berjarak. Biasanya, dengan posisi kita yang
sedang bersahabat dengan suasana hati, maka kita akan bisa mengenali diri kita
yang sesungguhnya. Karena suasana hati bisa menjadi tolak ukur untuk mengetahui
hakikat diri dengan banyaknya pertanyaan yang muncul seperti pencarian jati
diri siapa kita sesungguhnya, apa kemampuan kita, dan apa kekurangan atau
kelebihan yang kita miliki, bagaimanakah kehidupan kita yang selanjutnya dan
pertanyaan-pertanyaan lainnya. Konsep inilah yang menguatkan pendapat banyak
orang mengenai sesosok orang yang mampu melihat noumena dan phenoumena.
Sebagaimana halnya Husserl, ia yakin seorang filosof
benar-benar harus memulai kegiatannya dengan meneliti pengalaman. Pengalamannya
sendiri tentang realitas, dengan begitu ia menjauhkan diri dari dua ekstrim
yaitu :
Pertama hanya meneliti atau mengulangi penelitian
tentang apa yang telah dikatakan orang tentang realita,dan Kedua hanya memperhatikan
segi-segi luar dari pengalaman tanpa menyebut-nyebut realitas sama sekali.
Walaupun
Marlean-Ponty setuju dengan Husserl bahwa kitalah yang dapat mengetahui dengan
sesuatu dan kita hanya dapat mengetahui benda-benda yang dapat dicapai oleh
kesadaran manusia,namun ia mengatakan lebih jauh lagi,yakni bahwa semua
pengalaman perseptual membawa syarat yang essensial tentang sesuatu alam di
atas kesadaran.
Oleh karena itu
deskripsi fenomenologi yang dilakukan Marlean-Ponty tidak hanya berurusan
dengan data rasa atau essensi saja, akan tetapi menurutnya,kita melakukan perjumpaan
perseptual dengan alam.Marlean-Porty menegaskan sangat perlunya persepsi untuk
mencapai yang real.
2.4 Jenis-Jenis Tradisi
Fenomenologi
Inti dari tradisi fenomenologi adalah
mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah.Tradisi
memandang manusia secara aktif mengintrepretasikan pengalaman mereka sehingga
mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung
dengan lingkungannya.Titik berat tradisi fenomenologi adalah Pada bagaimana
individu mempersepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman
subyektifnya. Adapun varian dari tradisi Fenomenologi ini adalah,:
- Fenomena Klasik, percaya pada kebenaran hanya
bisa didapatkan melalui pengarahan pengalaman, artinya hanya mempercayai
suatu kebenaran dari sudut pandangnya tersendiri atau obyektif.
- Fenomenologi Persepsi, percaya pada suatu kebenaran
bisa di dapatkan dari sudut pandang yang berbeda – beda, tidak hanya
membatasi fenomenologi pada obyektifitas, atau bisa dikatakan lebih
subyektif.
- Fenomenologi Hermeneutik, percaya pada suatu kebenaran
yang di tinjau baik dari aspek obyektifitas maupun subyektifitasnya, dan
juga disertai dengan analisis guna menarik suatu kesimpulan.
2.5 Prinsip Dasar Fenomenologi
Stanley
Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologis:
- Pengetahuan ditemukan secara langsung
dalam pengalaman sadar.Kita akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan
dengan pengalaman itu sendiri.
- Makna benda terdiri dari
kekuatan benda dalam kehidupan seseorang.Bagaimana kita berhubungan dengan
benda menentukan maknanya bagi kita.
- Bahasa merupakan kendaraan
makna.Kita mengalami dunia melalui bahasa yang digunakan untuk
mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu.
2.6
Fenomenologi
Sebagai Metode Ilmu
Fenomenologi
berkembang sebagai metode untuk mendekati fenomena-fenomena dalam kemurniannya.
Fenomena di sini dipahami sebagai segala sesuatu yang dengan suatu cara
tertentu tampil dalam kesadaran kita. Baik berupa sesuatu sebagai hasil rekaan
maupun berupa sesuatu yang nyata, yang berupa gagasan maupun kenyataan. Yang
penting ialah pengembangan suatu metode yang tidak memalsukan fenomena,
melainkan dapat mendeskripsikannya seperti penampilannya tanpa prasangka sama
sekali.
Seorang fenomenolog hendak menanggalkan segenap teori,
praanggapan serta prasangka, agar dapat memahami fenomena sebagaimana adanya:
“Zu den Sachen Selbst” (kembali kepada bendanya sendiri). Tugas utama
fenomenologi menurut Husserl adalah menjalin keterkaitan manusia dengan
realitas.
Bagi Husserl,
realitas bukan suatu yang berbeda pada dirinya lepas dari manusia yang
mengamati. Realitas itu mewujudkan diri, atau menurut ungkapan Martin Heideger,
yang juga seorang fenomenolog: “Sifat realitas itu membutuhkan keberadaan
manusia”.
Filsafat fenomenologi berusaha untuk mencapai
pengertian yang sebenarnya dengan cara menerobos semua fenomena yang
menampakkan diri menuju kepada bendanya yang sebenarnya. Usaha inilah yang
dinamakan untuk mencapai “Hakikat segala sesuatu”.Untuk itu, Husserl mengajukan
dua langkah yang harus ditempuh untuk mencapai esensi fenomena, yaitu
metode epoche dan eidetich vision.
Kata epoche berasal dari bahasa Yunani, yang berarti:
“menunda keputusan” atau “mengosongkan diri dari keyakinan tertentu”. Epoche bisa juga berarti tanda kurung (bracketing) terhadap setiap keterangan yang diperoleh
dari suatu fenomena yang nampak, tanpa memberikan putusan benar salahnya
terlebih dahulu. Fenomena yang tampil dalam kesadaran adalah benar-benar
natural tanpa dicampuri oleh presupposisi pengamat
2.7
Konstribusi Fenomenologi Terhadap Ilmu Pengetahuan
Memperbincangkan
fenomenologi tidak bisa ditinggalkan pembicaraan mengenai konsep Lebenswelt
(“dunia kehidupan”).Konsep ini penting artinya, sebagai usaha memperluas
konteks ilmu pengetahuan atau membuka jalur metodologi baru bagi ilmu-ilmu
sosial serta untuk menyelamatkan subjek pengetahuan.
Edmund Husserl, dalam karyanya, The Crisis of European Science and Transcendental Phenomenology,
menyatakan bahwa konsep “dunia kehidupan” (lebenswelt )
merupakan konsep yang dapat menjadi dasar bagi (mengatasi) ilmu pengetahuan
yang tengah mengalami krisis akibat pola pikir positivistik dan saintistik,
yang pada prinsipnya memandang semesta sebagai sesuatu yang teratur – mekanis
seperti halnya kerja mekanis jam. Akibatnya adalah terjadinya ‘matematisasi
alam’, alam dipahami sebagai keteraturan (angka-angka).Pendekatan ini telah
mendehumanisasi pengalaman manusia karena para saintis telah menerjemahkan
pengalaman manusia ke formula-formula impersonal.[7]
Dunia kehidupan dalam
pengertian Husserl bisa dipahami kurang lebih dunia sebagaimana manusia
menghayati dalam spontanitasnya, sebagai basis tindakan komunikasi antar
subjek. Dunia kehidupan ini adalah unsur-unsur sehari-hari yang membentuk
kenyataan seseorang, yakni unsur dunia sehari-hari yang ia alami dan jalani,
sebelum ia menteorikannya atau merefleksikannya secara filosofis.
Konsep dunia kehidupan ini dapat memberikan inspirasi
yang sangat kaya kepada ilmu-ilmu sosial, karena ilmu-ilmu ini
menafsirkan suatu dunia, yaitu dunia sosial. Dunia kehidupan sosial ini tak
dapat diketahui begitu saja lewat observasi seperti dalam eksperimen ilmu-ilmu
alam, melainkan terutama melalui pemahaman (verstehen ).
Apa yang ingin ditemukan dalam dunia sosial adalah makna, bukan kausalitas yang
niscaya.
Tujuan ilmuwan sosial
mendekati wilayah observasinya adalah memahami makna.Seorang ilmuwan sosial,
dalam hal ini, tidak lebih tahu dari pada para pelaku dalam dunia sosial itu.
Oleh karena itu, dengan cara tertentu ia harus masuk ke dalam dunia kehidupan
yang unsur-unsurnya ingin ia jelaskan itu. Untuk dapat menjelaskan, ia harus
memahaminya. Untuk memahaminya, ia harus dapat berpartisipasi ke dalam proses
yang menghasilkan dunia kehidupan itu.
Kontribusi
dan tugas fenomenologi dalam hal ini adalah deskripsi atas sejarah lebenswelt
(dunia kehidupan) tersebut untuk menemukan ‘endapan makna’ yang merekonstruksi
kenyataan sehari-hari.Maka meskipun pemahanan terhadap makna dilihat dari sudut
intensionalitas (kesadaran) individu, namun ‘akurasi’ kebenarannya sangat
ditentukan oleh aspek intersubjektif.Dalam arti, sejauh mana ‘endapan makna’
yang detemukan itu benar-benar di rekonstruksi dari dunia kehidupan sosial,
dimana banyak subjek sama-sama terlibat dan menghayati.
Demikianlah,
dunia kehidupan sosial merupakan sumbangan dari fenomenologi, yang menempatkan
fenomena sosial sebagai sistem simbol yang harus dipahami dalam kerangka
konteks sosio-kultur yang membangunnya. Ini artinya unsur subjek dilihat
sebagai bagian tak terpisahkan dari proses terciptanya suatu ilmu pengetahuan
sekaligus mendapatkan dukungan metodelogisnya.
2.8 Kelebihan
dan Kekurangan Filsafat Fenomenologi
Kelebihan
filsafat fenomenoligi diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
fenomenologi sebagai
suatu metode keilmuan, dapat mendiskripsikan penomena dengan apa adanya dengan
tidak memanipulasi data, aneka macam teori dan pandangan.
2.
fenomenologi
mengungkapkan ilmu pengetahuan atau kebenaran dengan benar-benar yang objektif.
3.
fenomenologi
memandang objek kajian sebagai bulatan yang utuh tidak terpisah dari objek
lainnya.
Dengan
demikian fenomenologi menuntut pendekatan yang holistik,
bukan pendekatanpartial, sehingga diperoleh pemahaman
yang utuh mengenai objek yang diamati, hal ini lah yang menjadi kelebihan
filsafat ini sehingga banyak dipakai oleh ilmuan-ilmuan pada saat ini terutama
ilmuan sosial, dalam berbagai kajian keilmuan mereka termasuk bidang kajian
agama.
Dari berbagai
kelebihan tersebut, fenomenologi sebenarnya juga tidak luput dari berbagai
kelemahan, seperti :
1.
Tujuan fenomenologi
untuk mendapatkan pengetahuan yang murni objektif tanpa ada pengaruh berbagai
pandangan sebelumnya, baik dari adat, agama ataupun ilmu pengetahuan, merupakan
suatu yang absurd.
2.
Pengetahuan yang
didapat tidak bebas nilai (value-free), tapi
bermuatan nilai (value-bound).
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Fenomenologi
merupakan sebuah aliran.Yang berpendapat bahwa, hasrat yang kuat untuk mengerti
yang sebenarnya dapat dicapai melalui pengamatan terhadap fenomena atau
pertemuan kita dengan realita. Karenanya, sesuatu yang terdapat dalam diri kita
akan merangsang alat inderawi yang kemudian diterima oleh akal ( otak ) dalam
bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran.Aliran
fenomenologi mempunyai beberapa tokoh-tokoh yang menjadi acuan dasar yang
mengemukakan tentang aliran fenomenologi tersebut.Diantara tokoh-tokohnya yaitu
Edmund Husserl, max scheller, martin Heidegger, dan Maurice merlea-ponty.
Fenomenologi
pun tentulah tidak luput dari kekurangan dan kelebihan yang menjadi fitrah
dalam semua kehidupan.Fenomenologi sebagai ilmu yaitu bahwa Filsafat
fenomenologi berusaha untuk mencapai pengertian yang sebenarnya dengan cara
menerobos semua fenomena yang menampakkan diri menuju kepada bendanya yang
sebenarnya. Usaha inilah yang dinamakan untuk mencapai “Hakikat segala
sesuatu”.
Kontribusi fenomenologi terhadap
dunia ilmu pengetahuan yaitu Kontribusi dan tugas fenomenologi dalam hal ini
adalah deskripsi atas sejarah lebenswelt (dunia kehidupan) tersebut untuk
menemukan ‘endapan makna’ yang merekonstruksi kenyataan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Maksum,
Ali. 2011. PengantarFilsafat; dariMasaklasikhingga Postmodernisme. Yogyakarta
.AR-RUZZ MEDIA.
Achmadi,
Asmoro. 2010. Filsafatumum. Jakarta. PT.
RAJAGRAFINDO PERSADA.
http://aalqadry.blogspot.co.id/2013/06/filsafat-ilmu-aliran-fenomenologi.html