Puncak Kejayaan Kesultanan Banten
Secara geografis, Kerajaan Banten terletak di propinsi Banten. Wilayah
kekuasaan Banten meliputi bagian barat Pulau Jawa, seluruh wilayah Lampung, dan
sebagian wilayah selatan Jawa Barat. Situs peninggalan Kerajaan Banten tersebar
di beberapa kota seperti Tangerang, Serang, Cilegon, dan Pandeglang. Pada
mulanya, wilayah Kesultanan Banten termasuk dalam kekuasaan Kerajaan Sunda.
Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan
mengandalkan perdagangan dalam
menopang perekonomiannya. Monopoli atas
perdagangan lada di Lampung,
menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara
dan Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang
penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten
menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark, dan
Tionghoa, Banten
berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang.
Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan
Banten. Sultan
Ageng Tirtayasa (Banten, 1631 – 1692) adalah putra Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad
yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar
Pangeran Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang
bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia,
ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah. Nama
Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun
Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang). Ia dimakamkan di Mesjid Banten.
Di bawah kepemimpinanya, Banten
memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa, serta juga
telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan
jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana
atau Kerajaan Tanjungpura (Kaliamntan Barat sekarang) dan menaklukkannya tahun 1661. Pada masa
ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya
telah melakukan blokade atas
kapal-kapal dagang menuju Banten.
Ia memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan
perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian
Tirtayasa menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan
terbuka.
Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan
Islam terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan
kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi.
Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan dan
penasehat sultan.
Hal-hal yang dilakukan oleh Sultan
Ageng Tirtayasa terhadap kemajuan Kerajaan Banten adalah sebagai berikut:
1. Memajukan wilayah perdagangan. Wilayah perdagangan Banten berkembang
sampai ke bagian selatan Pulau Sumatera dan sebagian wilayah Pulau Kalimantan.
2. Banten dijadikan sebagai tempat perdagangan internasional yang
mempertemukan pedagang lokal dengan para pedagang asing dari Eropa.
3. Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid yang
belajar agama Islam ke Banten.
4. Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas
Cardeel. Sejumlah situs bersejarah peninggalan Kerajaan Banten dapat kita
saksikan hingga sekarang di wilayah Pantai Teluk Banten.
5.
Membangun armada laut untuk
melindungi perdagangan. Kekuatan ekonomi Banten didukung oleh pasukan tempur
laut untuk menghadapi serangan dari kerajaan lain di Nusantara dan serangan
pasukan asing dari Eropa.
Berikut ini daftar penguasa
Kesultanan Banten menurut catatan sejarah Wikipedia:
1. Maulana
Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin memerintah pada tahun 1552 – 1570
2. Maulana
Yusuf atau Pangeran Pasareyan memerintah pada tahun 1570 – 1585
3. Maulana
Muhammad atau Pangeran Sedangrana memerintah pada tahun 1585 – 1596
4. Sultan
Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu memerintah pada tahun 1596
– 1647
5. Sultan
Abu al-Ma’ali Ahmad memerintah pada tahun 1647 – 1651
6. Sultan
Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah memerintah pada tahun
1651-1682
7. Sultan
Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar memerintah pada tahun 1683 – 1687
8. Sultan
Abu Fadhl Muhammad Yahya memerintah pada tahun 1687 – 1690
9. Sultan
Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin memerintah pada tahun 1690 – 1733
10. Sultan
Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin memerintah pada tahun 1733 – 1747
11. Ratu
Syarifah Fatimah memerintah pada tahun 1747 – 1750
12. Sultan
Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri memerintah pada tahun 1753 – 1773
13. Sultan
Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin memerintah pada tahun 1773 – 1799
14. Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin
Zainussalihin memerintah pada tahun 1799 – 1803
15. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq
Zainulmutaqin memerintah pada tahun 1803 – 1808
16. Sultan
Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin memerintah pada tahun 1809 – 1813
Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fath Abdul Fatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional, sehingga perekonomian kesultanan itu maju pesat.
Wilayah kekuasaannya pun semakin meluas, meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Lampung. Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.
Kesultanan Banten mengadakan
hubungan dengan negara-negara lain melalui jalur laut. Pengiriman pejabat ke
berbagai negara seringkali dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa. Inilah masa keemasan Kesultanan Banten.
Dalam meletakan dasar pembangunan ekonomi Banten, selain di bidang perdagangan untuk daerah pesisir, pada kawasan
pedalaman pembukaan sawah mulai diperkenalkan. Asumsi ini berkembang karena pada waktu itu di
beberapa kawasan pedalaman seperti Lebak, perekonomian masyarakatnya ditopang oleh kegiatan perladangan, sebagaimana penafsiran dari naskah sanghyang siksakanda ng karesian yang menceritakan adanya istilah pahuma
(peladang), panggerek (pemburu) dan panyadap (penyadap).
Ketiga istilah ini jelas lebih kepada sistem ladang, begitu juga dengan nama
peralatanya seperti kujang, patik, baliung, kored
dan sadap.
Pada masa Sultan Ageng antara 1663 dan 1667 pekerjaan pengairan besar
dilakukan untuk mengembangkan pertanian. Antara 30 dan 40 km kanal baru
dibangun dengan menggunakan tenaga sebanyak 16 000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40 000 ribu
hektar sawah baru dan ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an petani ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk orang Bugis dan Makasar. Perkebunan tebu, yang didatangkan saudagar Cina pada tahun 1620-an,
dikembangkan. Di bawah Sultan Ageng, perkembangan penduduk Banten meningkat
signifikan.
Tak dapat dipungkiri sampai pada tahun 1678, Banten telah menjadi kota metropolitan, dengan jumlah penduduk dan
kekayaan yang dimilikinya menjadikan Banten sebagai salah satu kota terbesar di
dunia pada masa tersebut
Kerajaan Banten merupakan salah
satu kerajaan Islam di Pulau Jawa selain Kerajaan Demak, Kasepuhan Cirebon,
Giri Kedaton, dan Mataram Islam. Kehidupan sosial rakyat Banten berlandaskan
ajaran-ajaran yang berlaku dalam agama Islam. Pada masa pemerintahan Sultan
Ageng Tirtayasa, kehidupan sosial masyarakat Banten semakin meningkat dengan
pesat karena sultan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Usaha yang ditempuh
oleh Sultan Ageng Tirtayasa adalah menerapkan sistem perdagangan bebas dan
mengusir VOC dari Batavia.
Sultan Ageng Tirtayasa merupakan
salah satu raja yang gigih menentang pendudukan VOC di Indonesia. Kekuatan
politik dan angkatan perang Banten maju pesat di bawah kepemimpinannya. Namun
akhirnya VOC menjalankan politik adu domba antara Sultan Ageng dan putranya,
Sultan Haji. Berkat politik adu domba tersebut Sultan Ageng Tirtayasa kemudian
berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat pada tahun 1629
Masehi.
0 komentar:
Posting Komentar