Manusia mempunyai sifat ingin tahu (curiosity)
terhadap segala sesuatu. Dengan sifat ini manusia tidak pernah
membiarkan ketidaktahuan mengisi ruang jiwanya. Alam, baik alam besar
(makrokosmos) maupun alam kecil (mikrokosmos, manusia), dengan segala
fenomenanya menimbulkan ketakjuban dan keheranan. Oleh karena itu
manusia mencoba mencari jawab tentang segala fenomena yang dihadapinya.
Dalam usaha mencari jawab atas ketakjuban
itu, manusia mengalami perkembangan, terutama dalam hal metode.
Mula-mula, jawaban itu diperoleh lewat mitos yang bersifat irasional.
Misalnya gerhana terjadi karena ada seekor naga raksasa menelan
matahari, atau kepercayaan tentang adanya
dewa-dewa yang mengatur segala aspek kehidupan manusia di bumi.
Manusia-manusia zaman purba belum sempat berpikir untuk membuktikan
kebenaran jawaban-jawaban itu, baik secara rasional maupun empiris. Yang
penting, ruang ketidaktahuan dalam jiwanya itu tertutupi oleh suatu
jawaban.
Mitos-mitos itu kemudian berkembang
menjadi semacam keyakinan masyarakat umum, menjadi tradisi dan
diwariskan turun-temurun ke generasi-generasi berikutnya. Namun pada
suatu masa, ada segelintir orang yang meragukan mitos-mitos itu. Mereka
lalu melakukan pemeriksaan kritis atas tradisi, mereka bertanya,
dan coba mengajukan jawabannya sendiri atas segala fenomena secara
rasional (menggunakan akal). Inilah masa dimulainya filsafat.
Dari sini, secara sederhana filsafat
dapat diartikan sebagai segala pemikiran manusia yang diperoleh melalui
penalaran akal (rasional) secara sistematis. Filsafat mempelajari segala
hal yang mungkin ada dan mungkin dipikirkan. Sifat ini disebut menyeluruh. Filsafat juga memikirkan sesuatu hingga ke akar-akarnya (bersifat radikal,
mendasar). Namun filsafat juga memiliki keterbatasan. Ia tidak mungkin
mampu memikirkan semua hal. Di samping yang dapat diraih, lebih banyak
lagi pengetahuan yang tidak dapat diraih. Namun seorang filsuf harus
memulai pemikirannya, meskipun titik pijaknya bersifat manasuka
(ditetapkan begitu saja). Inilah sifat filsafat berikutnya, yakni spekulatif.
Di dunia belahan Barat (dalam hal ini
Yunani), masa ini dimulai sekitar abad ke-6 sebelum Masehi. Obyek yang
pertama-tama diselidiki secara rasional adalah alam fisik (makrokosmos),
dan filsafat yang berkembang pada masa awal ini lazim disebut filsafat
alam. Tokoh-tokohnya antara lain Thales, Heraklitus, Phitagoras, Zeno,
dan Demokritus. Proyek filsafat mereka terutama berkisar pada pertanyaan
tentang asal-muasal alam, sebab pertama dan terakhir, serta hakekat
segala yang ada, dengan segala variasinya.
Sementara itu, di belahan dunia lain,
yakni di Asia Timur (Cina), pada abad yang sama ada juga segelintir
orang yang mencari jawab secara kritis rasional. Proyek mereka tampaknya
sudah lebih maju daripada filsuf-filsuf Yunani, tidak lagi filsafat
tentang alam, melainkan tentang manusia dan kehidupan bermasyarakat.
Tokohnya antara lain Konfucius dan Lao Tze. Tidak jelas apakah
sebelumnya para pemikir Cina ini sudah melalui pemikiran tentang alam
atau tidak.
0 komentar:
Posting Komentar