Sample Text

Ads 468x60px

Social Icons

Featured Posts

Senin, 07 Desember 2015

Hasil Diskusi FEnomenologi


Pertanyaan:
1.      Apa yang dimaksud dengan nomena?
2.      Apa maksud dari penundaan keputusan?
3.      Dalam jenis-jenis tradisi fenomenologi disebutkan bahwa fenomenologi bersifat selain objektif juga subjektif sedangkan pada kelebihan fenomenologi disebutkan bahwa fenomenologi kebenaran bersifat objektif. Apa yang benar antara jenis-jenis tradisi fenomenologi persepsi dan kelebihan fenomenologi?
4.      Martin Heidegger mengemukakan tentang konsep suasana hati. Mengapa suasana hati bisa menjadi tolak ukur untuk mengetahui hakikat diri?
5.      Dalam fenomenologi sebagai metode ilmu dijelaskan bahwa fenomenologi pendeskripsikannya seperti penampilannya tanpa prasangka sama sekali, apa maksudnya?
6.      Pada kontribusi fenomenologi, ada pembicaraan mengenai konsep Lebenswelt (“dunia kehidupan”). Apa deskripsi atas sejarah lebenswelt (dunia kehidupan) tersebut?
7.      Dari 3 kelebihan fenomenlogi yang disebutkan, apa yang bisa disimpulkan tentang fenomenologi tersebut berdasarkan kelebihannya?
8.      Apa sifat dari paradigma?
9.      Banyak diterapkan dalam hal apa fenomenologi itu?
Jawaban:
1.      Nomena adalah penyebab dari adanya suatu fenomena. Misalnya ada fenomena sebuah gunung berapi meletus. Maka nomenanya adalah penyebab-penyebab dari mengapa gunung itu bisa meletus.
2.      Penundaan keputusan adalah jika terjadi suatu fenomena misalnya ada corpcircle yang ditemukan di area persawahan sebagai tanda bahwa itu adalah tanda bahwa telah terjadi pendaratan uvo ditempat itu. Pernyataan ini masih dalam penundaan keputusan karena belum diketahui pasti apakah benar ada uvo namun tidak disangkal juga bila ini adalah pernyataan yang salah dan masih diteliti.
3.      Jika pada kelebihan fenomenologi disebutkan bahwa fenomenologi bersifat objektif dalam kebenarannya itu maksudnya adalah misalnya ada gunung berapi meletus, secara objektif fenomena itu dikatakan gunung meletus. Namun bersifat subjektif disini mengarah pada nomena atau penyebab dari adanya suatu fenomena. Saat terjadi fenomena gunung meletus, kita mencari penyebab gunung itu meletus dan selain mencari dari buku-buku. Kita juga bertanya pada para ahli yang sudah ahli dibidangnya. Disini itu dinamakan bersifat subjektif karena ini menurut para ahli.
4.      Seperti yang kita ketahui bahwa dengan suasana hatilah kita diatur oleh dunia kita, bukan dalam pendirian pengetahuan observasional yang berjarak. Biasanya, dengan posisi kita yang sedang bersahabat dengan suasana hati, maka kita akan bisa mengenali diri kita yang sesungguhnya. Inilah mengapa suasana hati bisa menjadi tolak ukur untuk mengetahui hakikat diri.
5.      Telah disebutkan bahwa pada kelebihan fenomenologi disebutkan bahwa fenomenologi bersifat objektif dalam kebenarannya. Jadi mendeskripsikan suatu fenomena sesuai penampilannya atau sesuai dengan yang terlihat. Misalnya jika terjadi gunung meletus, ya katakana jika itu gunung meletus jangan mengatakan kalau itu banjir dan membuat prasangka.
6.      Deskripsi atas sejarah lebenswelt (dunia kehidupan) tersebut untuk menemukan ‘endapan makna’ yang merekonstruksi kenyataan sehari-hari.Maka meskipun pemahanan terhadap makna dilihat dari sudut intensionalitas (kesadaran) individu, namun ‘akurasi’ kebenarannya sangat ditentukan oleh aspek intersubjektif.Dalam arti, sejauh mana ‘endapan makna’ yang detemukan itu benar-benar di rekonstruksi dari dunia kehidupan sosial, dimana banyak subjek sama-sama terlibat dan menghayati.
7.      Berdasarkan kelebihan fenomenologi bisa ditarik kesimpulan bahwa fenomenologi menuntut pendekatan yang holistik, bukan pendekatanpartial, sehingga diperoleh pemahaman yang utuh mengenai objek yang diamati, hal ini lah yang menjadi kelebihan filsafat ini sehingga banyak dipakai oleh ilmuan-ilmuan pada saat ini terutama ilmuan sosial, dalam berbagai kajian keilmuan mereka termasuk bidang kajian agama.
8.      Paradigma menunjukkan sesuatu yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistimologis yang panjang.
9.      Fenomenologi banyak diterapkan dalam epistemology, psikologi, antropologi, dan studi-studi keagamaan (misalnya kajian atas kitab suci).

0 komentar:

Posting Komentar