Filsafat Hukum Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pada Anak-Anak
Oleh:
Bela Damayanti
Abstrack
Penulisan
jutnal ini bertujuan untuk mengetahui apa pengertian HAM dan pelanggaran HAM.
Lalu macam-macam HAM pelanggaran HAM dan subjek yang dapat menjadi pelanggar
HAM. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan kasus-kasus
pelanggaran HAM dan apa solusi untuk
meminimalisir pelanggaran HAM. Lalu untuk mengetahui apa itu perlindungan
terhadap anak dan bagaimana dampak yang
diakibatkan dari kekerasan terhadap anak dan langkah-langkah
apa yang digunakan untuk pencegahan gangguan psikologis pada anak
PENDAHULUAN
Masalah HAM di
Indonesia adalah sesuatu hal yang sering kali dibicaraan dan dibahas terutama
dalam era reformasi ini. Selama era reformasi berlangsung kondisi hak asasi
manusia tidak menjadi lebih baik dibandingkan ketika rezim Soeharto berkuasa.
Aksi- aksi kekerasan dan bentuk pelanggaran hak asasi manusia terus berlangsung
sampai sekarang. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia baik
pelanggaran HAM berat ataupun ringan. Dalam hal ini penulis merasa tertarik
untuk membuat makalah yang berkaitan dengan pelanggaran HAM terutama di Negara
ita yaitu pelanggaran HAM pada anak-anak.
METODE PENELITIAN
Metode penelitin ini menggunakan
literatur dimana penulis menggunaakan referensi buku serta peraturan
perundang-undangan. Selain itu, penulis menggunakan juga beberapa referensi
dari internet yang dapat dipertanggungjawabkan kevalidannya.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
HAM
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”), HAM didefinisikan sebagai
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2. Pengertian Pelanggaran HAM
Dalam Undang-Undang No.39 tahun 1999 Pelanggaran HAM
adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara
baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum
,mengurangi, menghalangi, membatasi dan mencabut HAM seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapat atau dikhawatirkan
tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.Yang sekarang telah menjad UU No.26/2000 tentang
pengadilan HAM yang berbunyi pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang
atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja ataupun tidak
disengaja atau kelalaian yang secara hokum mengurangi, menghalangi, membatasi
dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku . Mastricht Guidelines telah menjadi
dasar utama bagi identifikasi pelanggaran HAM.
a.
Macam-Macam
Pelanggaran HAM
Pelanggaran HAM dapat dikelompokan
menjadi 2 macam yaitu pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM ringan.Kejahatan
genosida dan kejahatan kemanusiaan termasuk dalam pelanggaran HAM yang berat.
Kejahat genosida itu sendiri berdasarkan
UU No.26/2000 tentang pengadilan HAM adalah setiap perbuatan yang dilakukan
dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian
kelompok, bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama.
Sementara itu kejahatan kemanusiaan
adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang
meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditunjukan
secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan
kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang
melanggaran (asas-asas) ketentuan pokok hokum internasional, penyiksaan,
perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secarapaksa atau bentuk- bentuk
kekerasan seksual lain yang setara , penganiayaan terhadap suatu kelompok
tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan,etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hokum internasional,
penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
b.
Subjek
yang dapat menjadi pelanggar HAM
Menurut Mastricht Guidelines3
pelanggaran HAM terjadi lewat acts of commission (tindakan untuk
melakukan),oleh pihak Negara atau pihak lain yang tidak diatur secara memadai
oleh Negara atau lewat acts of discommission(tindakan untuk tidak melakukan
tindakan apapun) oleh Negara .
Pelanggaran HAM oleh pihak Negara dapat
dilihat dalam hal kegagalan nya untuk memenuhi tiga jenis kewajiban yang
berbeda,yakni: Kegagalan dalam kewajiban untuk menghormati,seperti pembunuhan
diluar hukum.
Kegagalan dalam kewajiban untuk
melindungi, seperti kegagalan untuk mencegah terjadinya penyerangan etnis
tertentu. Kegagalan dalam kewajiban untuk memenuhi, seperti kegagalan dalam
memberikan layanan pendidikan dan kesehatan yang memadai.
Sedangkan bentuk pelanggaran yang
dilakukan oleh satuan bukan pemerintahandiantaranya pembunuhan oleh tentara,
pemberontakan dan serangan bersenjata oleh salah satu pihak melawan pihak lain.
Menurut UU No. 26/2000 tentang
pengadilan HAM juga disebutkan bahwa pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan
oleh baik aparatur Negara maupun bukan aparatur Negara. Oleh karena itu
penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap
aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur
negara.
Penindakan terhadap pelanggaran HAM
mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang
terjadi harus bersifat non- diskriminatif dan berkeadilan.
c.
Faktor
yang menyebabkan kasus-kasus pelanggaran HAM dan solusi meminimalisasikan
pelanggaran HAM
Dari beberapa contoh pelanggaran HAM
yang terjadi di Indonesia dapat ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan
kasus-kasus pelanggaran HAM diantaranya:
·
Sentralisasi kekuasaan pemerintah pusat
·
Budaya impunitas yang berkembang di
kalangan aparat hukum dan kepolisian
·
Budaya security approach yang dilakukan
pemerintah
·
Pelayanan public yang tidak baik
Solusi-solusi untuk meminimalisasikan
bentuk pelanggaraan HAM adalah:
1. Mengadakan
reformasi dalam tubuh aparat hukum dasn peradilan
2. Mengeluarkan
UU yang mempunyai kekuatan hukum untuk menindak praktik pelanggaran HAM seperti
itu
3. Mengadakan
sosialisasi kepada massyarakat dan institusi-institusi peradilan tentang
pengidentifikasian bentuk pelanggaran HAM
4. Membentuk
lembaga untuk mengurus perlindungan saksi dan korban yang terpisah dari aparat hukum
d.
Perlindungan Terhadap Anak
Anak adalah amanah sekaligus karunia
Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya
melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung
tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam
Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa
depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak
atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan
kebebasan.
Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan
kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan
negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu
undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian, pembentukan
undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam
segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya
dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Orangtua, keluarga, dan masyarakat
bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan
kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka
penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan
fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya secara optimal dan terarah.
Undang-undang ini menegaskan bahwa
pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara
merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi
terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan
dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik,
mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan
kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang
potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan
nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa
dan negara.
Upaya perlindungan anak perlu
dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak
berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan
anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, undang-undang ini meletakkan
kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai
berikut :
·
nondiskriminasi;
·
kepentingan yang terbaik bagi anak;
·
hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan; dan
·
penghargaan terhadap pendapat anak.
Dalam melakukan pembinaan, pengembangan
dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga
perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi
kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.
e.
Studi
Kasus Pelanggaran HAM pada Anak-Anak
Dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945,
”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi”. Berdasarkan pasal
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap anak berhak hidup, tubuh dan
berkembang tanpa kekerasan dan diskriminasi.
Selain itu, jika ditinjau dari Pasal 52
UU HAM , pada dasarnya hak anak adalah hak asasi manusia:
Setiap
anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, Masyarakat, dan negara.
Hak anak adalah hak asasi manusia dan
untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak
dalam kandungan.
Dan juga dalam Pasal 56 ayat 1 menyebutkan Pemerintah dalam menyelenggarakan
pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan membantu anak, agar anak
dapat:
1. berpartisipasi;
2. bebas
menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya;
3. bebas
menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan
perkembangan anak;
4. bebas
berserikat dan berkumpul;
5. bebas
beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan memperoleh
sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan
Dengan berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tentu bisa
dipastikan contoh 2 kasus diatas adalah pelanggaran HAM terhadap anak-anak. Dan
sudah jelas pelakunya harus dipidana.
Kekerasan, hal yang harusnya tidak ditujukan
untuk anak kecil karena anak kecil masih perlu tumbuh dan berkembang. Apa yang
akan terjadi jika anak tersebut tinggal di lingkungan yang penuh dengan tindak
kekerasan?
Tentunya hanya menumbuhkan bibit untuk
melakukan kekerasan saat dia besar nanti. Rantai setan ini perlu dihentikan
sebelum generasi masa depan bangsa terkena “virus” ini. Salah satu contoh
kekerasan pada anak seperti kejadian yang menimpa Samuel Kristian bocah 6 tahun
asal Magetan. Bocah ini harus rela dioperasi karena kekerasan yang dilakukan
ayah tirinya padanya. Ayah tiri bocah ini tanpa belas kasih menyiram anaknya
tersebut dengan air keras serta memaksa anak tersebut untuk minum air aki
sehingga tidak hanya kulit bagian luar saja yang mengalami luka bakar tetapi
juga mulut, hidung, rahang, dagu dan tenggorokan.
Contoh lain adalah tindak kekerasan di
panti yang dikelola Pendeta Chemuel Watulingas bersama istrinya, Yuni Winata.
Bukan hanya kekerasan fisik, bahkan ada yang mengalami kekerasan seksual yang
dilakukan oleh pemilik panti.
Para anak panti hanya tidur di ruang
tengah dengan beralas kasur lipat. Sepengetahuannya, anak-anak itu juga tak
pernah makan dengan layak. Perlakuan kasar dan caci maki dari pemilik panti
kerap diterima anak-anak tersebut. Bahkan ada anak yang sakit jangankan di bawa
ke rumah sakit, diberi obatpun tidak. Ini hanya dua contoh dari kasus kekerasan
pada anak, dan saya yakin masih banyak kasus lain dan saya berharap agar kasus
seperti ini tidak akan terjadi lagi.
Kekerasan pada anak jelas-jelas
mencoreng HAM karena jelas-jelas hak anak untuk hidup bebas dari kekerasan
dilanggar. Tentu anak yang menjadi korban kekerasan ini pasti akan mendapatkan
luka mental yang dapat menyebabkan kejadian yang menimpanya dia lampiaskan pada
anaknya kelak. Tentu hal ini amat sangat berbahaya karena akan menimbulkan
generasi yang “mencintai” kekerasan.
Kekerasan sendiri merupakan bibit
penghancur negara ini karena melawan pancasila sebagai dasar negara. Oleh
karena itu hak anak untuk bebas dari kekerasan harus lebih dipertegas di
Indonesia agar mengurangi tindak kekerasan pada anak. Masa depan anak yang
menjadi korban kekerasan sendiri bisa kurang baik karena luka-luka fisik dan
non-fisik. Luka fisik dapat menyebabkan anak itu malu untuk bergaul karena bisa
saja luka yang dia alami sampai membuat dirinya menjadi cacat.
Sedangkan luka non-fisik bisa saja
membuat anak tersebut menjadi tidak stabil mentalnya sehingga bisa saja dia
menjadi pembunuh di masa yang akan datang karena pengalaman buruk yang dia alami saat dia menjadi korban
kekerasan tersebut. Hal-hal yang harus dilakukan untuk mengurangi kasus ini
adalah dengan mendidik siswa dari taman kanak-kanak hingga dewasa nanti agar
menjauhi apa yang disebut tindak kekerasan karena kekerasan hanya akan menjadi
“virus” yang dengan mudah akan menular. Lalu sosialisasi juga wajib dilakukan
ke para orang tua agar tidak meluapkan emosinya kepada anaknya atau keluarganya
yang lain karena jika anaknya melihat tindak kekerasan bisa saja anak itu
meniru tindakan orang tuanya itu sehingga anak itu melakukan kekerasan kelak di
masa yang akan datang.
3. Dampak Kekerasan Terhadap Anak
Menurut Defli (2009) berikut ini adalah
dampak- dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak antara lain:
1. Dampak kekerasan fisik
Anak yang mendapat perlakuan kejam dari
orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan
berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang
agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif.
Lawson (dalam Sitohang, 2004) menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental
ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih
kecil.
2. Dampak
kekerasan psikis
Unicef (1986) mengemukakan, anak sering
dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru
perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan
kembali), penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol
dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri. Jenis kekerasan ini
meninggalkan bekas yang tersembunyi termanifestasikan dalam beberapa bentuk,
seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku
merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun
kecenderungan bunuh diri.
3. Dampak
kekerasan seksual
Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003)
diantara korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa
rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah
dewasa atau bahkan sudah menikah.Bahkan eksploitasi seksual dialami semasa
masih anak-anak banyak ditengarai sebagai penyebab keterlibatan dalam
prostitusi.
4. Dampak
penelantaran anak.
Pengaruh yang paling terlihat jika anak
mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua
terhadap anak, Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari
orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan
perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada
masa yang akan datang.
4. Langkah-langkah Pencegahan Gangguan
Psikologis pada Anak
Menurut
Defli (2009) ada beberapa langkah untuk mencegah gangguan psikologis pada anak
:
1. Menekankan
pengaruh pendidikan terhadap jiwa
2. Pendidikan
dan bimbingan anak diberikan sedini mungkin, terutama pendidikan waktu kecil,
karena pendidikan itulah banyak menentukan masa depan seseorang. Melalui
pendidikan dapat tertanam dihati anak sikap-sikap yang baik seperti sopan
santun, budi pekerti yang baik, tata tertib, agama dan sebagainya.
3. Memberikan
pendidikan dalam rumah tangga
Dalam
memberikan pendidikan serta bimbingan kepada anak, suasana keluarga yang
harmonis hendaknya tercipta, karena dengan adanya kedamaian dalam rumah tangga
itu akan menimbulkan ketentraman hati anak. Unsur kasih sayang dan perhatian
harus diberikan kepada anak, sehingga anak yang sedang tumbuh dan berkembang
dapat berjalan normal.Anak harus diberikan kepercayaan dalam berbuat dan
bersikap, tentunya perbuatan dan sikap tersebut harus dilandasi norma-norma dan
agama.Orang tua selalu memberikan contoh perilaku yang baik misalnya saling
menyayangi, saling mencintai, perhatian terhadap anggota keluarga, memberikan
kesempatan kepada anak sedang tumbuh remaja untuk bertukar pikiran/pendapat
tentang masalah-masalah apapun kepada ibu dan bapaknya.
4. Mengembangkan
pendidikan anak di sekolah
Sekolah
yang disebut juga sebagai lingkungan kedua bagi anak dalam mengembangkan
kemampuannya, maka sekolah sangat membantu didalam pembinaan dan pembimbingan
anak.Hal lain adalah sekolah juga membina kepribadian anak sehingga anak dapat
tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan orang tua, sekolah dan masyarakat,
melalui pengembangan pendidikan di sekolah diharapkan anak atau remaja dapat
menyalurkan serta mengembangkan minat, bakat dan kemampuannya. Anak yang sedang
tumbuh, disamping mendapatkan kasih sayang serta perhatian yang cukup perlu
adanya kegiatan-kegiatan yang menyibukkan untuk mengarahkan minat, bakat dan
kemampuannya.
Hal
ini agar mereka terhindar dari perilaku yang iseng dan pikiran-pikiran serta
kahayalan yang tidak menentu, dengan langkah-langkah pencegahan yang telah
disebutkan maka diharapkan anak yang sedang mengalami pertumbuhan dan
perkembangan akan terhindar oleh gangguan atau masalah psikologis yang pada
umumnya dialami oleh para anak.
5. Bentuk Terapi Psikiatri
Jika
sudah terjadi gangguan pada anak akibat tindak kekerasan, maka ada jalan terapi
untuk menyembuhkannya. Menurut Rosa, 1996, bentuk terapi psikiatri dibagi
menjadi :
1. Terapi
perilaku atau pembentukan perilaku
Teknik
ini didasarkan pada prinsip teori belajar, tujuannya adalah membiarkan anak
tidak belajar dan mempelajari, menggunakan hadiah dan hukuman.Anak dapat diberi
ganjaran jika melakukan respon yang baik dan diinginkan, tidak diberikan hadiah
jika tidak timbul respon yang diinginkan.
2. Psikoterapi
Ini
didasarkan pada wawancara, tujuannya adalah untuk menemukan sebab atau
pengobatan anak.Anak diberi dorongan untuk berbicara dan mengekspresikan
perasaannya.Pada tingkat yang perfisial terapist mendengarkan dan mengarahkan
setiap kesulitan yang dihadapi anak kedalam saluran yang lebih positif.Orang
tua juga terlibat, mereka diwawancarai bersama dengan anak dan juga sendiri
secara terpisah.
3. Terapi
bermain
Merupakan
metode yang baik bagi anak.Mereka seringkali sukar untuk manyatakan ketakutan
dan kecemasannya dalam kata-kata terapi dapat menyatakan melalui bermain.Anak
dibiarkan bermain bebas tanpa diarahkan sementara terapist melakukan observasi.
Jika diperlukan maka terapist dapat membantu anak melakukan verbalisasi
perasaan dan emosi, sehingga anak dapat belajar untuk menangani masalahnya
dengan cara adaptasi yang rasional.
4. Terapi
kelompok
Hal
ini lebih cocok untuk anak lebih besar dan remaja, tujuannya adalah belajar
untuk menghubungkan dengan orang lain dalam kelompok, merasakan masalah mereka
dan belajar tidak saja dari terapist tetapi juga dari anggota kelompok lainnya.
Metode kelompok bervariasi dari pendekatan yang sangat terarah dari terapist,
sampai pendekatan hampir tak terarah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Budiyanto. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Erlangga
Hartati, Sri. 2008. Kewarganegaraan. Sukoharjo: Media Wiguna
Peraturan
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
UU No.26/2000 tentang pengadilan HAM
Internet
“Derita Bocah Panti” Liputan6 Feb 25,
2014. Melalui http://m.liputan6.com/news/read/2076209/bocah-disiram-air-keras-di-magetan-jalani-operasi-skin-graft
[06/12/14]
Bocah Disiram Air Keras di Magetan
Jalani Operasi Skin” Liputan6 Jul 11, 2014. Melalui http://m.liputan6.com/news/read/832755/derita--bocah-panti
[06/12/14]
0 komentar:
Posting Komentar