Sample Text

Ads 468x60px

Social Icons

Featured Posts

Senin, 07 Desember 2015

JURNAL: Filsafat Hukum Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pada Anak-Anak


Filsafat Hukum Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pada Anak-Anak
Oleh:
Bela Damayanti

Abstrack
Penulisan jutnal ini bertujuan untuk mengetahui apa pengertian HAM dan pelanggaran HAM. Lalu macam-macam HAM pelanggaran HAM dan subjek yang dapat menjadi pelanggar HAM. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan kasus-kasus pelanggaran HAM dan apa solusi untuk meminimalisir pelanggaran HAM. Lalu untuk mengetahui apa itu perlindungan terhadap anak dan bagaimana  dampak yang diakibatkan dari kekerasan terhadap anak dan langkah-langkah apa yang digunakan untuk pencegahan gangguan psikologis pada anak
PENDAHULUAN
Masalah HAM di Indonesia adalah sesuatu hal yang sering kali dibicaraan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. Selama era reformasi berlangsung kondisi hak asasi manusia tidak menjadi lebih baik dibandingkan ketika rezim Soeharto berkuasa. Aksi- aksi kekerasan dan bentuk pelanggaran hak asasi manusia terus berlangsung sampai sekarang. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia baik pelanggaran HAM berat ataupun ringan. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah yang berkaitan dengan pelanggaran HAM terutama di Negara ita yaitu pelanggaran HAM pada anak-anak.
METODE PENELITIAN
Metode penelitin ini menggunakan literatur dimana penulis menggunaakan referensi buku serta peraturan perundang-undangan. Selain itu, penulis menggunakan juga beberapa referensi dari internet yang dapat dipertanggungjawabkan kevalidannya.
PEMBAHASAN
1.      Pengertian HAM
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”), HAM didefinisikan sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2.      Pengertian Pelanggaran HAM
Dalam Undang-Undang No.39 tahun 1999 Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum ,mengurangi, menghalangi, membatasi dan mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapat atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.Yang sekarang telah menjad UU No.26/2000 tentang pengadilan HAM yang berbunyi pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hokum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku . Mastricht Guidelines telah menjadi dasar utama bagi identifikasi pelanggaran HAM.
a.      Macam-Macam Pelanggaran HAM
Pelanggaran HAM dapat dikelompokan menjadi 2 macam yaitu pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM ringan.Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan termasuk dalam pelanggaran HAM yang berat.
Kejahat genosida itu sendiri berdasarkan UU No.26/2000 tentang pengadilan HAM adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok, bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama.
Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditunjukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggaran (asas-asas) ketentuan pokok hokum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secarapaksa atau bentuk- bentuk kekerasan seksual lain yang setara , penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan,etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hokum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
b.      Subjek yang dapat menjadi pelanggar HAM
Menurut Mastricht Guidelines3 pelanggaran HAM terjadi lewat acts of commission (tindakan untuk melakukan),oleh pihak Negara atau pihak lain yang tidak diatur secara memadai oleh Negara atau lewat acts of discommission(tindakan untuk tidak melakukan tindakan apapun) oleh Negara .
Pelanggaran HAM oleh pihak Negara dapat dilihat dalam hal kegagalan nya untuk memenuhi tiga jenis kewajiban yang berbeda,yakni: Kegagalan dalam kewajiban untuk menghormati,seperti pembunuhan diluar hukum.
Kegagalan dalam kewajiban untuk melindungi, seperti kegagalan untuk mencegah terjadinya penyerangan etnis tertentu. Kegagalan dalam kewajiban untuk memenuhi, seperti kegagalan dalam memberikan layanan pendidikan dan kesehatan yang memadai.
Sedangkan bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh satuan bukan pemerintahandiantaranya pembunuhan oleh tentara, pemberontakan dan serangan bersenjata oleh salah satu pihak melawan pihak lain.
Menurut UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM juga disebutkan bahwa pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur Negara maupun bukan aparatur Negara. Oleh karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara.
Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non- diskriminatif dan berkeadilan.
c.       Faktor yang menyebabkan kasus-kasus pelanggaran HAM dan solusi meminimalisasikan pelanggaran HAM
Dari beberapa contoh pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dapat ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan kasus-kasus pelanggaran HAM diantaranya:
·         Sentralisasi kekuasaan pemerintah pusat
·         Budaya impunitas yang berkembang di kalangan aparat hukum dan kepolisian
·         Budaya security approach yang dilakukan pemerintah
·         Pelayanan public yang tidak baik
Solusi-solusi untuk meminimalisasikan bentuk pelanggaraan HAM adalah:
1.      Mengadakan reformasi dalam tubuh aparat hukum dasn peradilan
2.      Mengeluarkan UU yang mempunyai kekuatan hukum untuk menindak praktik pelanggaran HAM seperti itu
3.      Mengadakan sosialisasi kepada massyarakat dan institusi-institusi peradilan tentang pengidentifikasian bentuk pelanggaran HAM
4.      Membentuk lembaga untuk mengurus perlindungan saksi dan korban yang terpisah dari aparat hukum
d.      Perlindungan  Terhadap Anak
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian, pembentukan undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Orangtua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah.
Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara.
Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut :
·         nondiskriminasi;
·         kepentingan yang terbaik bagi anak;
·         hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
·         penghargaan terhadap pendapat anak.
Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.
e.       Studi Kasus Pelanggaran HAM pada Anak-Anak
Dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi”. Berdasarkan pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap anak berhak hidup, tubuh dan berkembang tanpa kekerasan dan diskriminasi.
Selain itu, jika ditinjau dari Pasal 52 UU HAM , pada dasarnya hak anak adalah hak asasi manusia:
Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, Masyarakat, dan  negara.
Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.
Dan juga dalam Pasal 56 ayat 1 menyebutkan Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan membantu anak, agar anak dapat:
1.      berpartisipasi;
2.      bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya;
3.      bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan anak;
4.      bebas berserikat dan berkumpul;
5.      bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan
Dengan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tentu bisa dipastikan contoh 2 kasus diatas adalah pelanggaran HAM terhadap anak-anak. Dan sudah jelas pelakunya harus dipidana.
Kekerasan, hal yang harusnya tidak ditujukan untuk anak kecil karena anak kecil masih perlu tumbuh dan berkembang. Apa yang akan terjadi jika anak tersebut tinggal di lingkungan yang penuh dengan tindak kekerasan?
Tentunya hanya menumbuhkan bibit untuk melakukan kekerasan saat dia besar nanti. Rantai setan ini perlu dihentikan sebelum generasi masa depan bangsa terkena “virus” ini. Salah satu contoh kekerasan pada anak seperti kejadian yang menimpa Samuel Kristian bocah 6 tahun asal Magetan. Bocah ini harus rela dioperasi karena kekerasan yang dilakukan ayah tirinya padanya. Ayah tiri bocah ini tanpa belas kasih menyiram anaknya tersebut dengan air keras serta memaksa anak tersebut untuk minum air aki sehingga tidak hanya kulit bagian luar saja yang mengalami luka bakar tetapi juga mulut, hidung, rahang, dagu dan tenggorokan.
Contoh lain adalah tindak kekerasan di panti yang dikelola Pendeta Chemuel Watulingas bersama istrinya, Yuni Winata. Bukan hanya kekerasan fisik, bahkan ada yang mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh pemilik panti.
Para anak panti hanya tidur di ruang tengah dengan beralas kasur lipat. Sepengetahuannya, anak-anak itu juga tak pernah makan dengan layak. Perlakuan kasar dan caci maki dari pemilik panti kerap diterima anak-anak tersebut. Bahkan ada anak yang sakit jangankan di bawa ke rumah sakit, diberi obatpun tidak. Ini hanya dua contoh dari kasus kekerasan pada anak, dan saya yakin masih banyak kasus lain dan saya berharap agar kasus seperti ini tidak akan terjadi lagi.
Kekerasan pada anak jelas-jelas mencoreng HAM karena jelas-jelas hak anak untuk hidup bebas dari kekerasan dilanggar. Tentu anak yang menjadi korban kekerasan ini pasti akan mendapatkan luka mental yang dapat menyebabkan kejadian yang menimpanya dia lampiaskan pada anaknya kelak. Tentu hal ini amat sangat berbahaya karena akan menimbulkan generasi yang “mencintai” kekerasan.
Kekerasan sendiri merupakan bibit penghancur negara ini karena melawan pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena itu hak anak untuk bebas dari kekerasan harus lebih dipertegas di Indonesia agar mengurangi tindak kekerasan pada anak. Masa depan anak yang menjadi korban kekerasan sendiri bisa kurang baik karena luka-luka fisik dan non-fisik. Luka fisik dapat menyebabkan anak itu malu untuk bergaul karena bisa saja luka yang dia alami sampai membuat dirinya menjadi cacat.
Sedangkan luka non-fisik bisa saja membuat anak tersebut menjadi tidak stabil mentalnya sehingga bisa saja dia menjadi pembunuh di masa yang akan datang karena pengalaman  buruk yang dia alami saat dia menjadi korban kekerasan tersebut. Hal-hal yang harus dilakukan untuk mengurangi kasus ini adalah dengan mendidik siswa dari taman kanak-kanak hingga dewasa nanti agar menjauhi apa yang disebut tindak kekerasan karena kekerasan hanya akan menjadi “virus” yang dengan mudah akan menular. Lalu sosialisasi juga wajib dilakukan ke para orang tua agar tidak meluapkan emosinya kepada anaknya atau keluarganya yang lain karena jika anaknya melihat tindak kekerasan bisa saja anak itu meniru tindakan orang tuanya itu sehingga anak itu melakukan kekerasan kelak di masa yang akan datang.
3.       Dampak Kekerasan Terhadap Anak
Menurut Defli (2009) berikut ini adalah dampak- dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak antara lain:
1.       Dampak kekerasan fisik
Anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Lawson (dalam Sitohang, 2004) menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil.
2.      Dampak kekerasan psikis
Unicef (1986) mengemukakan, anak sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.
3.      Dampak kekerasan seksual
Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah menikah.Bahkan eksploitasi seksual dialami semasa masih anak-anak banyak ditengarai sebagai penyebab keterlibatan dalam prostitusi.
4.      Dampak penelantaran anak.
Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak, Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.

4.      Langkah-langkah Pencegahan Gangguan Psikologis pada Anak
Menurut Defli (2009) ada beberapa langkah untuk mencegah gangguan psikologis pada anak :
1.      Menekankan pengaruh pendidikan terhadap jiwa
2.      Pendidikan dan bimbingan anak diberikan sedini mungkin, terutama pendidikan waktu kecil, karena pendidikan itulah banyak menentukan masa depan seseorang. Melalui pendidikan dapat tertanam dihati anak sikap-sikap yang baik seperti sopan santun, budi pekerti yang baik, tata tertib, agama dan sebagainya.
3.      Memberikan pendidikan dalam rumah tangga
Dalam memberikan pendidikan serta bimbingan kepada anak, suasana keluarga yang harmonis hendaknya tercipta, karena dengan adanya kedamaian dalam rumah tangga itu akan menimbulkan ketentraman hati anak. Unsur kasih sayang dan perhatian harus diberikan kepada anak, sehingga anak yang sedang tumbuh dan berkembang dapat berjalan normal.Anak harus diberikan kepercayaan dalam berbuat dan bersikap, tentunya perbuatan dan sikap tersebut harus dilandasi norma-norma dan agama.Orang tua selalu memberikan contoh perilaku yang baik misalnya saling menyayangi, saling mencintai, perhatian terhadap anggota keluarga, memberikan kesempatan kepada anak sedang tumbuh remaja untuk bertukar pikiran/pendapat tentang masalah-masalah apapun kepada ibu dan bapaknya.
4.      Mengembangkan pendidikan anak di sekolah
Sekolah yang disebut juga sebagai lingkungan kedua bagi anak dalam mengembangkan kemampuannya, maka sekolah sangat membantu didalam pembinaan dan pembimbingan anak.Hal lain adalah sekolah juga membina kepribadian anak sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan orang tua, sekolah dan masyarakat, melalui pengembangan pendidikan di sekolah diharapkan anak atau remaja dapat menyalurkan serta mengembangkan minat, bakat dan kemampuannya. Anak yang sedang tumbuh, disamping mendapatkan kasih sayang serta perhatian yang cukup perlu adanya kegiatan-kegiatan yang menyibukkan untuk mengarahkan minat, bakat dan kemampuannya.
Hal ini agar mereka terhindar dari perilaku yang iseng dan pikiran-pikiran serta kahayalan yang tidak menentu, dengan langkah-langkah pencegahan yang telah disebutkan maka diharapkan anak yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan akan terhindar oleh gangguan atau masalah psikologis yang pada umumnya dialami oleh para anak.
5.      Bentuk Terapi Psikiatri
Jika sudah terjadi gangguan pada anak akibat tindak kekerasan, maka ada jalan terapi untuk menyembuhkannya. Menurut Rosa, 1996, bentuk terapi psikiatri dibagi menjadi :
1.      Terapi perilaku atau pembentukan perilaku
Teknik ini didasarkan pada prinsip teori belajar, tujuannya adalah membiarkan anak tidak belajar dan mempelajari, menggunakan hadiah dan hukuman.Anak dapat diberi ganjaran jika melakukan respon yang baik dan diinginkan, tidak diberikan hadiah jika tidak timbul respon yang diinginkan.
2.      Psikoterapi
Ini didasarkan pada wawancara, tujuannya adalah untuk menemukan sebab atau pengobatan anak.Anak diberi dorongan untuk berbicara dan mengekspresikan perasaannya.Pada tingkat yang perfisial terapist mendengarkan dan mengarahkan setiap kesulitan yang dihadapi anak kedalam saluran yang lebih positif.Orang tua juga terlibat, mereka diwawancarai bersama dengan anak dan juga sendiri secara terpisah.
3.      Terapi bermain
Merupakan metode yang baik bagi anak.Mereka seringkali sukar untuk manyatakan ketakutan dan kecemasannya dalam kata-kata terapi dapat menyatakan melalui bermain.Anak dibiarkan bermain bebas tanpa diarahkan sementara terapist melakukan observasi. Jika diperlukan maka terapist dapat membantu anak melakukan verbalisasi perasaan dan emosi, sehingga anak dapat belajar untuk menangani masalahnya dengan cara adaptasi yang rasional.
4.      Terapi kelompok
Hal ini lebih cocok untuk anak lebih besar dan remaja, tujuannya adalah belajar untuk menghubungkan dengan orang lain dalam kelompok, merasakan masalah mereka dan belajar tidak saja dari terapist tetapi juga dari anggota kelompok lainnya. Metode kelompok bervariasi dari pendekatan yang sangat terarah dari terapist, sampai pendekatan hampir tak terarah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Budiyanto. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Erlangga
Hartati, Sri. 2008. Kewarganegaraan. Sukoharjo: Media Wiguna
Peraturan
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
UU No.26/2000 tentang pengadilan HAM
Internet
“Derita Bocah Panti” Liputan6 Feb 25, 2014. Melalui http://m.liputan6.com/news/read/2076209/bocah-disiram-air-keras-di-magetan-jalani-operasi-skin-graft [06/12/14]
Bocah Disiram Air Keras di Magetan Jalani Operasi Skin” Liputan6 Jul 11, 2014. Melalui http://m.liputan6.com/news/read/832755/derita--bocah-panti [06/12/14]
“Terapi Psikis”. Melalui http://klinikpsikis.com/trauma-psikologi-pada-anak [06/12/2014]

0 komentar:

Posting Komentar